GEDOMPOL - Seolah tak lekang oleh zaman, upacara adat Wayang Beber di Desa Gedompol, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur nyatanya masih tetap eksis.
Kades Gedompol Susanto mengatakan, Kirab Wayang Beber dan upacara adat bersih desa ini merupakan agenda tahunan yang digelar untuk mengenang sejarah sekaligus melestarikan budaya warisan leluhur.
"Bagi kami ini sangat penting dilakukan, selain melestarikan budaya, ada hal yang menjadi niat pokok, yaitu memohon keselamatan kepada Tuhan dengan cara dan tradisi yang ada secara turun temurun," katanya, Selasa (27/9/2022) malam.
Berbeda dengan tahun 2021 lalu, kali ini Kirab Wayang Beber digelar lebih meriah dan melibatkan semua pihak untuk turut andil menjadi bagian yang tak terpisahkan. Terutama untuk mendongkrak ekonomi masyarakat.
"Karena sudah tidak pandemi, jadi kami lebih open. Warga pun juga merasakan kebahagiaan ikut menjajakan aneka kuliner dan UMKM lokal. Dengan adanya pagelaran budaya ini semoga mampu mendongkrak ekonomi," terang Susanto kepada TIMES Indonesia.
Selain itu, pihaknya berharap, Wayang Beber yang merupakan bagian dari sejarah kebudayaan itu bisa lebih dikenal dan dipahami oleh lintas generasi, sehingga tidak hanya dirasakan oleh para pelaku seni saja. Namun agar mengakar rumput mulai anak-anak hingga dewasa.
"Intinya seiring berkembangnya zaman, budaya kirab dan ruwatan ini tidak boleh hilang, inginnya agar bisa masuk salah satu mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Itu upaya kami," jelas Susanto.
Sementara itu, dalang muda yang juga keturunan trah ke-14 Raden Joko Kembang Kuning, Tri Hartanto menegaskan, sejatinya Wayang Beber merupakan pusaka Majapahit yang diboyong ke Desa Gedompol. Sedangkan cara menghormatinya dengan cara melakukan upacara adat kirab dan dilanjutkan ruwatan bersih desa.
"Turunnya pusaka itu, ya di Dusun Karang Talun. Sejarah Wayang Beber ini menceritakan kisah asmara Raden Panji Joko Kembang Kuning dengan Dewi Sekar Taji," katanya.
Kesakralan Wayang Beber
Tri Hartanto menyebutkan, Wayang Beber terdiri dari 24 gulungan. Ada sebuah aturan yang tak tertulis, yakni pada gulungan terakhir tidak diperbolehkan untuk digelar atau dibuka. Bahkan tak seorang pun berani melanggar ketentuan tersebut.
"Ada 24 gulungan berisi cerita, sampai sekarang gulungan yang terakhir tidak boleh dibuka sampai sekarang. Untuk prosesinya dimulai kirab, cucuk lampah tari, pagelaran wayang beber dan dilanjutkan wayang kulit satu malam penuh," paparnya.
Dilihat dari sisi sejarah, Wayang Beber Joko Kembang Kuning ciptaan Raden Sungging Prabangkara putra Raja Brawijaya yang kini ada di tangan Tri Hartanto itu diyakini lebih tua daripada Wayang Beber Reno Mangun Joyo.
"Terbuat dari Kayu Daluang yang ada di Dusun Karang Talun. Kurang lebih 350 tahun lebih tua dari Wayang Beber Reno Mangun Joyo era Kartasura," ujarnya.
Ada yang menarik dari setiap prosesi upacara adat Desa Gedompol. Yakni sisi lain di luar nalar kebanyakan masyarakat Pacitan. Bagi perempuan hamil tidak diperkenankan mendekati area pagelaran ruwatan karena berakibat fatal hingga keguguran.
"Dan ini nyata, saya sendiri menyaksikan sendiri beberapa waktu lalu. Namanya ruwatan itu secara batin ada yang dibuang dan ada juga yang didatangkan," jelas Tri Hartanto pelestari Wayang Beber.
Usai matahari terbenam, warga berbondong-bondong memadati lapangan desa yang dijadikan tempat gelaran upacara adat. Seluruh yang hadir seolah terhipnotis dengan kesakralan Ruwat Wayang Beber.
Puluhan peserta arak-arakan kirab dirias sedemikian eksotik syarat dengan pakaian adat khas jawa kuno membawa aksesoris lengkap. Barisan pemuda-pemudi tampak memanggul kendi berisi air suci lengkap sesaji berjalan perlahan namun teratur.
Sang dalang berada di tengah dengan mantab membawakan gulungan pusaka sebelum digunakan untuk meruwat. Sepanjang jalan menuju lapangan cukup dihiasi lampu obor menambah suasana mengingatkan kita pada kehidupan para leluhur.
Begitulah jalannya kirab pusaka dan upacara adat Wayang Beber Raden Joko Kembang Kuning di Desa Gedompol, Pacitan.
sumber :
https://timesindonesia.co.id/peristiwa-daerah/430170/menengok-kembali-kirab-dan-upacara-adat--wayang-beber-desa-gedompol-pacitanhttps://timesindonesia.co.id/peristiwa-daerah/430170/menengok-kembali-kirab-dan-upacara-adat--wayang-beber-desa-gedompol-pacitan